Maybe, there’s a space that we could never fit

cnntbfnd
6 min readJust now

--

Kemerahan ah,

Hmm pucet banget kaya ayam pop,

“Yang ini terlalu glossy,”

Sudah lebih dari 10 menit sejak Ila bermonolog tentang pilihan pemulas bibirnya. Berlembar-lembar tissu yang bertebaran di sisi kanan meja rias seolah tak mau kalah dengan tumpukan baju —yang baru saja dicoba —di kasur belakangnya.

*Rrrrt rrrt rrrt

Kesibukan Ila di depan cermin terganggu dengan getar ponselnya yang tidak kunjung berhenti. Ila langsung memekik saat Kala memberi tahu bawa ia akan segera menjemputnya.

Duh bentar deh lima belas menit lagi,

Isi bensin dulu aja la, ntar pasti nggak sempet,

“Yaudah gapapa deh kalau mau jalan, tapi gue nitip Tuku ya. Iya muter dikit nggak papa lah, please,” dengan sedikit merajuk, Ila berhasil mengulur waktu kedatangan Kala ke kosannya.

Kala tentu saja akan dengan senang hati menunda penjemputannya jika Ila menjelaskan alasan sebenarnya bahwa ia sedang bersiap-siap.

Namun, tentu saja Ila tidak mengatakan hal tersebut. “Jangan keliatan grogi atau terlalu excited. Santai saja” begitu pikirnya.

Tepat setelah Ila memasukkan beberapa make-up untuk touch up, Kala mengirimkan pesan bahwa ia sudah sampai. “Nggak usah buru-buru,” tulis Kala di akhir pesan tersebut.

Meski sudah mengatur napas berkali-kali saat keluar dari kosannya, langkah Ila tetap saja terhenti saat melihat Kala menggunakan jas hitam yang senada dengan kemaja, lengkap dengan satu kancing atasnya yang terbuka.

Curang, penampilan Kala sore itu terkesan seperti model yang baru saja diseret dari tengah pemotretan. Style comma hair seolah semakin mengaskan bahwa pria yang berjarak beberapa meter di depannya itu adalah bintang iklan.

Begitu kiranya suara hati Ila sebelum akhirnya disadarkan oleh Kala yang melambaikan tangannya.

Ketika sudah di dalam mobil, Ila berusaha bersikap seperti biasanya, ya ia perlu usaha lebih untuk kali ini.

Pertama-tama, Ila memutar ac mobil ke arah kiri, menyambungkan pemutar musik dengan ponselnya, dan mematutkan wajahnya dengan kilat di visor mobil. Normal, ini adalah hal yang hampir selalu Ila lakukan setiap kali duduk sebagai penumpang Kala.

“Kok belom berangkat?,” ujar Ila saat menyadari bahwa mobil tersebut tak kunjung beranjak.

Alih-alih menjawab, sambil mengulum senyum, Kala merapatkan diri ke kursi penumpang. Ila tentu saja hampir beteriak karena pergerakan tersebut sebelum akhirnya menyadai bahwa Kala berusaha mengambil sabuk pengaman.

“Biasanya juga pake seatbelt dulu sebelum kecilin ac,” ujar Kala sambil memastikan sabuk itu terpasang erat.

Telkom landmark tower sore itu terlihat dipenuhi pengunjung. Maklum, di undangan tercatat bahwa acara resepsi hanya akan berlangsung selama dua jam.

Harus cobain kambing guling sih nanti,” ujar Ila sambil berjalan di samping Kala untuk bersalaman dipelaminan. Tentu saja Ila sempat menolak ajakan satu ini, tetapi rayuan Kala malam itu terasa cukup fatal.

“Mau makan tiga kali juga gue temenin deh, tapi sekarang temenin gue dulu ya,” sahut Kala sedikit berbisik sambil memegang bahu Ila, mengarahkannya supaya berbaris di depannya.

“Enak aja temenin, antriin pokoknya,” jawab Ila tak mau kalah merajuk.

Sesi salaman saat itu untuk saja tidak kikuk. “Wah yang ini jadinya? Cepet nyusul deh bro,” ujar mempelai pria sambil memeluk akrab Kala. Kalimat serupa sudah beberapa kali Ila dengar ketika menemani Tsabit, jadi ia berusaha tidak memikirkannya.

Tepat setelah turun dari pelaminan, siapa sangka jika Ila dan Kala justru bertemu dengan Bintang yang datang masih menggunakan baju kerjanya.

“Loh kok malah ketemu di sini sih,” sapa Bintang sambil menjabat erat tangan Kala dan merangkul sejenak pundak adiknya.

Hahaha iya nih mas malah ketemu di sini. Kapan-kapan gue temuin di depok deh kalau gitu. Ini Ila ikut karena gue yang minta temenin” balas Kala yang tampaknya sudah cukup nyaman ngobrol dengan Bintang.

“Kok sendirian aja sih mas? Masih pake baju kerja lagi weekend begini,” ujar Ila saat menyadari tidak ada Nia maupun Keenan di samping kakaknya.

Iya nih, tadi mas ada urusan di kantor, jadi sekalian aja. Pangling dikit deh dek liat kamu, kayanya udah lama nggak dandan total begini,” ucap Bintang sedikit menggoda.

Dih apaan sih, orang aku tiap kerja juga begini,” kilah Ila sambil berusaha menutupi kebohongan bahwa ia menghabiskan waktu selama hampir tiga jam untuk merias diri.

Yaudah deh, enjoy ya. Mas mau nyamperin temen-temen dulu,” pamit Bintang sembari menepuk pundak Kala.

Sambil menunggu antrian kambing guling yang tidak kunjung terurai, Ila dan Kala memilih untuk menepi di sebelah stall ice cream. Ini adalah scoop ketiga mereka.

Nggak kebayang deh nyiapin nikahan seribet apa. Pesen gedung jauh-jauh hari, milih temen yang bakal diundang, cari catering, urus berkas, sama yang pasti nabungnya sih,” ucap Ila lirih untuk dirinya sendiri sambil melihat sekeliling.

Nggak seribet itu ah kalau jalaninnya sambil bayangin hari-hari setelahnya,” Kala yang bahunya hanya berjarak kurang dari lima senti dari telinga Ila tentu saja bisa mendengar gumaman tersebut.

Emang kalau lo pengennya gimana besok? Nikah aja di KUA? Atau kawin lari?” sambung Kala yang tentu saja membuat Ila langsung menghadiahinya pukulan di pundak.

Bukannya gimana-gimana ya, heart rate gue masih di 180 bpm tiap lari,” tidak menyangka dengan jawaban Ila, Kala pun berhasil dibuatnya tertawa.

Tapi kalau boleh ngayal sih, gue emang pengen nikahan sederhana aja. Ngundang keluarga sama temen deket, terus nanti bakal gue sapa satu-satu. Yang pasti sih gue nggak mau akadnya pagi-pagi karena itu artinya gue harus bangun jam dua buat make-up. No, never,” sementara Ila sibuk menjelaskan pernikahan impiannya sambil melihat sekeliling, mata Kala hanya terkunci pada wanita tersebut.

“Gitu deh pokoknya mau gue, tapi kan kadang orang tua ikut ngrecokin juga ya. Jadi yaudah deh, liat besok nggak tahu kapan. Kalau lo?” pungkas Ila sambil mengutarakan pertanyaan dan menoleh ke arah Kala.

Gue setuju sama semua yang lo jelasin tadi,” jawab Kala mantap, tanpa sedikitpun keraguan.

“Dihh, pasti belom mikir ke arah sana yaa,” ledek Ila.

Belum sempat Kala membuka mulut untuk menjawab, Ila sudah teringat dengan keinginan awalnya tadi. “Ehh, kambing gulingnya udah agak sepi tuhh. Buruan antriin” ujar Ila sambil mendorong pundak Kala ke arah stall yang dimaksud. Sementara itu, Ila dengan senyum lebarnya sibuk menikmati ice cream cokelat.

“Wah, jadi sering ketemu ya kita,” pandangan Ila yang tadinya fokus ke ice cream langsung teralih dengan suara dari pria di depannya.

“Hai agi,” kali ini, Ila berhasil mengatur rasa gugupnya.

“Kayanya kemaren pas ketemu di kantor bisa santai, kok sekarang tegang lagi sih,” ujar pria tersebut sambil menunjukkan senyum miring dan satu alis yang terangkat.

“Biasa aja kok gue, perasaan lo aja kali,” belum sempat menerima sahutan dari Agi, seorang wanita yang tidak asing bagi Ila sudah melingkarkan tangan di lengan pria tersebut.

“Eh Ila, lama banget kita nggak ketemu,” ujar wanita tersebut sambil menyodorkan tangan kirinya yang bebas. Untung saja, sebelum Ila sempat menjabat, ada suara dari arah lain lagi yang mengundang pasangan di depannya itu.

Sambil berjalan, bibir wanita itu bergumam seolah mengharapkan pertemuan lain yang tentu saja tidak diaamiinkan oleh Ila.

“Permisi, paket,” suara yang lebih familier datang dari arah berseberangan. Sambil tersenyum lebar, Kala mengulurkan piring berisi kambing guling.

“Gue makan dua-duanya nih kalau nggak mau,” sambungnya saat melihat Ila tidak kunjung menyambut piring tersebut.

“Habis makan kambing guling, pulang ya,” ujar Ila sembari memasukkan potongan kambing guling ke mulutnya dengan setengah hati.

“Boleh, mampir ke superindo dulu kan kita?” jawab Kala sambil melakukan hal serupa.

“Sorry la, tapi boleh nggak gue balik sama mas bintang aja,” ucap Ila yang membuat Kala langsung memusatkan perhatian ke wanita tersebut, meminta penjelasan lebih.

“Nggak papa kok, gue tiba-tiba kangen tidur sama keenan aja. Terus baru inget pernah janjiin mba nia mau nemenin ke salon. Maaf banget ya,” jelas Ila berusaha memilih alasan paling masuk akal.

Untuk saat ini, entah mengapa Ila belum mau atau mampu menceritakan tentang Agi pada Kala.

Terlebih, kini Ila menyadari bahwa Agi tampak bahagia dengan Dhira, wanita yang sepertinya sudah menjadi kekasihnya selama lebih dari empat tahun. Wanita yang juga sempat menjalin pertemanan cukup lama dengan Agi dan ternyata bisa bisa bertahan menjadi kekasihnya.

Is is true that I’m just a perfect type of a girl friend for a men? Should I always put a space in it?” gumam Ila berulang sambil pura-pura tertidur dalam perjalanan pulangnya bersama Bintang.

--

--

cnntbfnd
cnntbfnd

Written by cnntbfnd

Hello, hit me up on line: hillarysekar

No responses yet